Tiga puluh tahun perjalanan yang kami lalui bukanlah joy flight yang selalu menggembirakan. Kami melalui tiga dekade dengan perjuangan, kerja keras, dan inovasi tiada henti, yang membuat kami tetap mampu bertahan dan terus tumbuh.
Maka, memasuki dasawarsa atau dekade keempat mulai 14 Desember 2015, Bisnis Indonesia menghadapi tantangan baru sekaligus peluang yang terbuka lebar. Periode pelambatan ekonomi dunia dan populasi yang menua adalah tantangan riil, yang dianggap sebagai kondisi “new normal” atau situasi normal yang baru. Ini berarti, industri akan menghadapi konsumsi yang tidak sekuat di masa lalu, dan dengan demikian dari sisi bisnis pun akan terjadi penyesuaianpenyesuaian.
Industri media tidak luput dari dampak penyesuaian-penyesuaian tersebut. Ini kemudian terbukti di Indonesia, di mana sejumlah entitas bisnis media, baik yang lama maupun yang baru dilahirkan, harus pamitan dari pembacanya. Bagi media yang masih survive, mau nggak mau harus memutar otak untuk tetap menjaga kreativitas dan inovasi, agar tetap dipercaya pembaca dan pemirsanya, dan menjadi pilihan sebagai media pemasaran produk, jasa atau pun brand.
Industri media sendiri juga menghadapi perkembangan teknologi yang luar biasa, di mana perilaku pembaca, proses bisnis dan sekaligus model bisnis industri media berubah secara signifikan.
Dampaknya, sejumlah media memutuskan untuk tidak melanjutkan bisnisnya karena sesuatu dan lain hal. Sebut saja Bloomberg TV Indonesia, yang kemudian diikuti koran Indonesia Finance Today yang beralih ke dotcom. Kita juga mendengar koran Sinar Harapan dengan terpaksa juga mengakhiri bisnisnya. Dari media digital, manajemen Detik.com menghentikan penerbitan Majalah Detik yang dipublikasi dalam bentuk e-magazine.
Sembari turut menyesali perkembangan tersebut, Bisnis Indonesia merasa mendapatkan banyak pelajaran yang sangat berharga, untuk selalu melakukan perubahan dan penyesuaian. Kami tidak boleh lengah sedikitpun, dan selalu melandaskan setiap rencana bisnis dengan rasionalitas yang tinggi. Kami membaca, perubahan perilaku bisnis, perilaku konsumen (pembaca), perilaku pemasang iklan, dan perilaku industri media itu sendiri, terjadi tanpa disadari.
Kadang seperti evolusi, tetapi tibatiba menjadi seolah revolusi. Karena itu, kombinasi dari berbagai hal tersebut kami anggap sebagai second chance, kesempatan kedua bagi Bisnis Indonesia untuk menatap ke depan dengan lebih optimistis. Kami terus menata ulang proses bisnis dan merancang ulang model bisnis yang fit dengan situasi terkini, sekaligus proper dengan cara berbisnis yang baik. Kami ingin selalu adaptif dengan perubahan, sekaligus tetap menjaga kredibilitas sebagai penyaji informasi. Kami menetapkan sendiri prinsip dasar, boleh agresif dan progresif dalam model bisnis, tetapi tetap penting untuk konservatif dari sisi prinsip jurnalisme, mengingat bisnis media adalah bisnis kepercayaan.
Baca juga:BISNIS INDONESIA 30 TAHUN: Membaca demi Bangsa
DAMPAK TEKNOLOGI
Dari sisi konten, koran Bisnis Indonesia menghadapi tantangan tersebut dengan lebih banyak menyajikan informasi yang mendalam. Kami menyediakan lebih banyak laporan khusus atas topik khas yang aktual, membangun interaksi dengan pembaca digital melalui rubrik "Reader’s Choice", dan menerbitkan artikel-artikel mendalam yang inspiratif antara lain “Inspirasi Bisnis” dengan pemilik bisnis atau taipan. Juga ada “Lunch with CEO” dengan para dirut perusahaan, “Policy Talk” dengan pejabat pemerintah yang membuat kebijakan, “BUMN Inside” dengan para direksi BUMN, “The Rising Star” dengan taipan muda dan pengusaha muda yang menonjol. Juga banyak lagi rubrik khas termasuk laporan keberhasilan para pemimpin daerah dalam membangun daerahnya.
Ini tidak sekadar pelengkap rubrik reguler yang berbasis berita makroekonomi, industri, jasa, finansial dan pasar modal selain tentu saja berita politik dan hukum serta sepakbola. Ini menjadikan Bisnis Indonesia sebagai koran bisnis dengan rubrik terlengkap di Indonesia dewasa ini, dan menggabungkan kepentingan pembaca yang ingin mengetahui bisnis dan politik sebagaimana dua sisi dari sekeping mata uang.
Belakangan, kami mendorong konten yang lebih pragmatis dengan tetap mengedepankan kaidah jurnalisme, dengan mengadopsi tren media di dunia yang disebut “brand content”. Dengan demikian, kami berharap Bisnis Indonesia senantiasa tetap memiliki daya saing dengan penyedia konten instan melalui Internet yang kini bertumbuh seperti jamur di musim hujan dengan segala plus-minusnya. Dengan begitu, kami berharap dapat terus menjaga positioning Bisnis Indonesia sebagai koran bisnis utama dan navigator terpercaya bagi komunitas bisnis. Ini sejalan dengan tagline terbaru kami: “Navigasi Bisnis Terpercaya”.
Lalu dari sisi proses bisnis, untuk tetap melayani pembaca dengan cepat, kami terus berupaya meminimalkan keterlambatan dengan mengelola deadline dan terus menyesuaikan proses bisnis secara konsisten. Tujuannya agar kami dapat mengirimkan koran tepat waktu, untuk menjaga “delivery time” sebaik mungkin.
Ini penting, untuk terus bertumbuh di tengah kondisi perekonomian yang bergerak malas seperti saat ini. Banyak pertanyaan, apakah kondisi new normal ini akan membuat belanja iklan terus menantang, adakah peluang untuk mengubah strategi alias game plan, ataukah industri media bisa melakukan transformasi untuk mengubah ketidakpastian menjadi tahun-tahun yang menguntungkan alias cuan?
Di sisi lain, terdapat perubahan perilaku pembaca yang bukan sekadar evolusi tetapi revolusi akibat perkembangan Internet dan teknologi apps yang didukung teknologi telepon pintar (smartphone). Data yang ada menyebutkan, pengguna Internet tumbuh pesat menjadi sedikitnya 82 juta pada 2014, yang penetrasinya mencapai 31% dari populasi penduduk. Terlebih lagi, mereka didominasi usia muda, dengan 60% pengguna Internet berusia 12-35 tahun.
Tren ini mengikuti dan konsisten dengan tren dunia. Berdasarkan survai The World Press Trends yang dilansir dalam konferensi World Association of Newspaper di San Francisco, Mei 2015, terdapat fakta menarik tentang kebangkitan ponsel di dunia saat ini. Survei itu menyebutkan, 8 dari 10 pengguna smartphone memeriksa perangkat mereka setiap 15 menit sejak bangun tidur. Tentu, ini membuat perilaku membaca koran juga berubah, bukan sekadar mencari breaking news seperti di masa lalu karena breaking news sudah tersedia di gadget mobile mereka.
Baca juga: TAJUK BISNIS INDONESIA: 30 Tahun Melayani Dunia Usaha
KORAN TAKKAN MATI
Lalu pertanyaan yang juga muncul, apakah dengan demikian koran akan serta merta mati seperti ramalan raja televisi Rupert Murdoch beberapa tahun lalu? Ternyata juga tidak, karena inovasi konten media cetak terus dilakukan di seluruh dunia.
Bahkan, hanya selang beberapa tahun setelah melempar ramalan tersebut, Rupert Murdoch, melalui News Corp, lantas membeli koran The Wall Street Journal pada 2007 silam. Tidak tanggung-tanggung, transaksi Murdoch membeli WSJ itu senilai US$5 miliar atau kalau dikonversi dengan kurs saat ini sekitar Rp70 triliun.
Sewindu setelah transaksi spektakuler itu, survei terbaru menyebutkan lebih dari 93% dari seluruh pendapatan koran masih berasal dari cetak. Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa iklan digital terus tumbuh signifikan, dengan peningkatan 8% pada 2014 dan 59% selama lima tahun terakhir. Google mengambil 38% atau sekitar US$19,3 miliar dari pendapatan iklan digital.
Inilah yang mendasari bahwa inovasi di sisi konten koran saja tidak cukup. Maka, kami mengembangkan Bisnis.com sebagai platform induk dari media digital Bisnis Indonesia, yang selama tahun 2015 ini diakses lebih dari 150 juta pageviews sepanjang tahun. Selain menjadi instrumen untuk menyediakan informasi cepat dan sekaligus mendalam, ke depan Bisnis.com kami harapkan juga menjadi kanal TV streaming BisnisTV.
Tidak hanya di situ, di Bisnis Indonesia tidak ada sekat antara redaksi dan pemasaran, kendati prinsip jurnalistik dan etika jurnalistik tetap menjadi acuan paling utama. Kami adalah media bisnis yang pragmatis. Tetapi kami memegang prinsip. Informasi harus kredibel dan terpercaya. Namun bisnis harus kreatif. Karena itu inovasi terus kami lakukan bersamasama. Modal dasarnya adalah konten dan trafik yang berkualitas.
Selanjutnya model bisnisnya harus meng-enable sumber pendapatan atau revenue stream yang secure. Hal itu ditopang upaya terus menjaga brand sebagai grup media berbasis bisnis. Di atas semua itu, manajemen berupaya mengelola Bisnis Indonesia dengan dasar pijakan governance yang baik dan mengacu pada best practices yang ada. Intinya, kami mencoba yang terbaik, strive for the best, dan strive for success, sejalan dengan budaya perusahaan Bisnis Indonesia.
Dari semua itu, kami berupaya sekuat tenaga untuk selalu memberikan yang t erbaik untuk Anda, pembaca, mitra bisnis dan seluruh stakeholders. Terimakasih tetap memercayai Bisnis Indonesia sebagai koran bisnis utama, navigasi bisnis terpercaya.
Maka, memasuki dasawarsa atau dekade keempat mulai 14 Desember 2015, Bisnis Indonesia menghadapi tantangan baru sekaligus peluang yang terbuka lebar. Periode pelambatan ekonomi dunia dan populasi yang menua adalah tantangan riil, yang dianggap sebagai kondisi “new normal” atau situasi normal yang baru. Ini berarti, industri akan menghadapi konsumsi yang tidak sekuat di masa lalu, dan dengan demikian dari sisi bisnis pun akan terjadi penyesuaianpenyesuaian.
Industri media tidak luput dari dampak penyesuaian-penyesuaian tersebut. Ini kemudian terbukti di Indonesia, di mana sejumlah entitas bisnis media, baik yang lama maupun yang baru dilahirkan, harus pamitan dari pembacanya. Bagi media yang masih survive, mau nggak mau harus memutar otak untuk tetap menjaga kreativitas dan inovasi, agar tetap dipercaya pembaca dan pemirsanya, dan menjadi pilihan sebagai media pemasaran produk, jasa atau pun brand.
Industri media sendiri juga menghadapi perkembangan teknologi yang luar biasa, di mana perilaku pembaca, proses bisnis dan sekaligus model bisnis industri media berubah secara signifikan.
Dampaknya, sejumlah media memutuskan untuk tidak melanjutkan bisnisnya karena sesuatu dan lain hal. Sebut saja Bloomberg TV Indonesia, yang kemudian diikuti koran Indonesia Finance Today yang beralih ke dotcom. Kita juga mendengar koran Sinar Harapan dengan terpaksa juga mengakhiri bisnisnya. Dari media digital, manajemen Detik.com menghentikan penerbitan Majalah Detik yang dipublikasi dalam bentuk e-magazine.
Sembari turut menyesali perkembangan tersebut, Bisnis Indonesia merasa mendapatkan banyak pelajaran yang sangat berharga, untuk selalu melakukan perubahan dan penyesuaian. Kami tidak boleh lengah sedikitpun, dan selalu melandaskan setiap rencana bisnis dengan rasionalitas yang tinggi. Kami membaca, perubahan perilaku bisnis, perilaku konsumen (pembaca), perilaku pemasang iklan, dan perilaku industri media itu sendiri, terjadi tanpa disadari.
Kadang seperti evolusi, tetapi tibatiba menjadi seolah revolusi. Karena itu, kombinasi dari berbagai hal tersebut kami anggap sebagai second chance, kesempatan kedua bagi Bisnis Indonesia untuk menatap ke depan dengan lebih optimistis. Kami terus menata ulang proses bisnis dan merancang ulang model bisnis yang fit dengan situasi terkini, sekaligus proper dengan cara berbisnis yang baik. Kami ingin selalu adaptif dengan perubahan, sekaligus tetap menjaga kredibilitas sebagai penyaji informasi. Kami menetapkan sendiri prinsip dasar, boleh agresif dan progresif dalam model bisnis, tetapi tetap penting untuk konservatif dari sisi prinsip jurnalisme, mengingat bisnis media adalah bisnis kepercayaan.
Baca juga:BISNIS INDONESIA 30 TAHUN: Membaca demi Bangsa
DAMPAK TEKNOLOGI
Dari sisi konten, koran Bisnis Indonesia menghadapi tantangan tersebut dengan lebih banyak menyajikan informasi yang mendalam. Kami menyediakan lebih banyak laporan khusus atas topik khas yang aktual, membangun interaksi dengan pembaca digital melalui rubrik "Reader’s Choice", dan menerbitkan artikel-artikel mendalam yang inspiratif antara lain “Inspirasi Bisnis” dengan pemilik bisnis atau taipan. Juga ada “Lunch with CEO” dengan para dirut perusahaan, “Policy Talk” dengan pejabat pemerintah yang membuat kebijakan, “BUMN Inside” dengan para direksi BUMN, “The Rising Star” dengan taipan muda dan pengusaha muda yang menonjol. Juga banyak lagi rubrik khas termasuk laporan keberhasilan para pemimpin daerah dalam membangun daerahnya.
Ini tidak sekadar pelengkap rubrik reguler yang berbasis berita makroekonomi, industri, jasa, finansial dan pasar modal selain tentu saja berita politik dan hukum serta sepakbola. Ini menjadikan Bisnis Indonesia sebagai koran bisnis dengan rubrik terlengkap di Indonesia dewasa ini, dan menggabungkan kepentingan pembaca yang ingin mengetahui bisnis dan politik sebagaimana dua sisi dari sekeping mata uang.
Belakangan, kami mendorong konten yang lebih pragmatis dengan tetap mengedepankan kaidah jurnalisme, dengan mengadopsi tren media di dunia yang disebut “brand content”. Dengan demikian, kami berharap Bisnis Indonesia senantiasa tetap memiliki daya saing dengan penyedia konten instan melalui Internet yang kini bertumbuh seperti jamur di musim hujan dengan segala plus-minusnya. Dengan begitu, kami berharap dapat terus menjaga positioning Bisnis Indonesia sebagai koran bisnis utama dan navigator terpercaya bagi komunitas bisnis. Ini sejalan dengan tagline terbaru kami: “Navigasi Bisnis Terpercaya”.
Lalu dari sisi proses bisnis, untuk tetap melayani pembaca dengan cepat, kami terus berupaya meminimalkan keterlambatan dengan mengelola deadline dan terus menyesuaikan proses bisnis secara konsisten. Tujuannya agar kami dapat mengirimkan koran tepat waktu, untuk menjaga “delivery time” sebaik mungkin.
Ini penting, untuk terus bertumbuh di tengah kondisi perekonomian yang bergerak malas seperti saat ini. Banyak pertanyaan, apakah kondisi new normal ini akan membuat belanja iklan terus menantang, adakah peluang untuk mengubah strategi alias game plan, ataukah industri media bisa melakukan transformasi untuk mengubah ketidakpastian menjadi tahun-tahun yang menguntungkan alias cuan?
Di sisi lain, terdapat perubahan perilaku pembaca yang bukan sekadar evolusi tetapi revolusi akibat perkembangan Internet dan teknologi apps yang didukung teknologi telepon pintar (smartphone). Data yang ada menyebutkan, pengguna Internet tumbuh pesat menjadi sedikitnya 82 juta pada 2014, yang penetrasinya mencapai 31% dari populasi penduduk. Terlebih lagi, mereka didominasi usia muda, dengan 60% pengguna Internet berusia 12-35 tahun.
Tren ini mengikuti dan konsisten dengan tren dunia. Berdasarkan survai The World Press Trends yang dilansir dalam konferensi World Association of Newspaper di San Francisco, Mei 2015, terdapat fakta menarik tentang kebangkitan ponsel di dunia saat ini. Survei itu menyebutkan, 8 dari 10 pengguna smartphone memeriksa perangkat mereka setiap 15 menit sejak bangun tidur. Tentu, ini membuat perilaku membaca koran juga berubah, bukan sekadar mencari breaking news seperti di masa lalu karena breaking news sudah tersedia di gadget mobile mereka.
Baca juga: TAJUK BISNIS INDONESIA: 30 Tahun Melayani Dunia Usaha
KORAN TAKKAN MATI
Lalu pertanyaan yang juga muncul, apakah dengan demikian koran akan serta merta mati seperti ramalan raja televisi Rupert Murdoch beberapa tahun lalu? Ternyata juga tidak, karena inovasi konten media cetak terus dilakukan di seluruh dunia.
Bahkan, hanya selang beberapa tahun setelah melempar ramalan tersebut, Rupert Murdoch, melalui News Corp, lantas membeli koran The Wall Street Journal pada 2007 silam. Tidak tanggung-tanggung, transaksi Murdoch membeli WSJ itu senilai US$5 miliar atau kalau dikonversi dengan kurs saat ini sekitar Rp70 triliun.
Sewindu setelah transaksi spektakuler itu, survei terbaru menyebutkan lebih dari 93% dari seluruh pendapatan koran masih berasal dari cetak. Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa iklan digital terus tumbuh signifikan, dengan peningkatan 8% pada 2014 dan 59% selama lima tahun terakhir. Google mengambil 38% atau sekitar US$19,3 miliar dari pendapatan iklan digital.
Inilah yang mendasari bahwa inovasi di sisi konten koran saja tidak cukup. Maka, kami mengembangkan Bisnis.com sebagai platform induk dari media digital Bisnis Indonesia, yang selama tahun 2015 ini diakses lebih dari 150 juta pageviews sepanjang tahun. Selain menjadi instrumen untuk menyediakan informasi cepat dan sekaligus mendalam, ke depan Bisnis.com kami harapkan juga menjadi kanal TV streaming BisnisTV.
Tidak hanya di situ, di Bisnis Indonesia tidak ada sekat antara redaksi dan pemasaran, kendati prinsip jurnalistik dan etika jurnalistik tetap menjadi acuan paling utama. Kami adalah media bisnis yang pragmatis. Tetapi kami memegang prinsip. Informasi harus kredibel dan terpercaya. Namun bisnis harus kreatif. Karena itu inovasi terus kami lakukan bersamasama. Modal dasarnya adalah konten dan trafik yang berkualitas.
Selanjutnya model bisnisnya harus meng-enable sumber pendapatan atau revenue stream yang secure. Hal itu ditopang upaya terus menjaga brand sebagai grup media berbasis bisnis. Di atas semua itu, manajemen berupaya mengelola Bisnis Indonesia dengan dasar pijakan governance yang baik dan mengacu pada best practices yang ada. Intinya, kami mencoba yang terbaik, strive for the best, dan strive for success, sejalan dengan budaya perusahaan Bisnis Indonesia.
Dari semua itu, kami berupaya sekuat tenaga untuk selalu memberikan yang t erbaik untuk Anda, pembaca, mitra bisnis dan seluruh stakeholders. Terimakasih tetap memercayai Bisnis Indonesia sebagai koran bisnis utama, navigasi bisnis terpercaya.
No comments:
Post a Comment